Sejarah Asal Usul Terbentuknya Pendidikan Madrasah di Indonesia

Semua literasi sejarah tentang perkembangan sistem pendidikan nasional, terutama yang berhubungan dengan madrasah menyimpulkan bahwa kebanyakan madrasah di Indonesia merupakan hasil pengembangan dari sistem pendidikan pesantren. Sebagimana keterangan Maksum (1999), madrasah di Indonesia masih bisa dianggap sebagai perkembangan lanjut atau pembaharuan dari lembaga pendidikan pesantren dan surau. 

 

Menarik untuk dicatat bahwa diukur dari ketentuan-ketentuan fisik, pada abad 11-12 M struktur pesantren di Indonesia agaknya menyerupai madrasah di Baghdad abad 11-12 M. Dalam madrasah abad pertengahan, syekh atau professor ditempatkan sebagai pemegang otoritas, sedangkan di Indonesia fungsi yang sama dipegang oleh figur Kyai, yang tidak hanya berfungsi sebagai guru tetapi juga sebagai pemimpin.

 

Pendapat tersebut diperkuat Abdul Rahman Saleh (2000) yang menyebutkan bahwa dalam catatan sejarah madrasah lahir dari lingkungan pondok pesantren, atau dengan kata lain madrasah adalah perluasan dan pengembangan pendidikan dari pondok pesantren yang mempunyai misi untuk mencerdaskan anak bangsa yang pada saat itu belum ada keinginan untuk tinggal atau menginap di pondok dalam proses belajarnya. 

 

Setidaknya hal itu dapat dilihat dari para pendiri awal lembaga pendidikan Madrasah yang sebagian besar didirikan oleh para Ulama yang menjadi pengasuh dan sekaligus pendiri Pondok Pesantren pada lembaganya masing-masing. Diawali oleh Syekh Amrullah Ahmad (1907) di Padang, KH. Ahmad Dahlan (1912) di Yogyakarta, KH Wahab Hasbullah bersama KH Mansyur (1914) dan KH. Hasym asy’ari yang pada tahun 1919 mendirikan Madrasah Salafiyah di Tebuireng Jombang.

 

Pada literatur lain juga menyebutkan bahawa terdapat tiga tipologi pesantren, yang menurut Hasbullah, pesantren merupakan “bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia. Pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader-kader ulama’ atau da’i. 

 

Dalam melaksanakan misi tersebut, pesantren menerapkan beberapa metode pembelajaran tersendiri yang menjadikan pesantren memiliki tipologi yang berbeda-beda sesuai dengan kekhasannya. Dalam memahami tipologi pesantren, dapat digunakan panduan dari Departeman Agama (sekarang Kementerian Agama) tentang pembagian tipologi pesantren di Indonesia sebagai pijakan yang bisa dianggap baku. 

 

Dari berbagai tingkat konsistensi dengan sistem lama dan berpengaruh dan keterpengaruhannya dengan sistem modern, secara garis besar pondok pesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu: 

a) Pondok Pesantren Salafiyah, 

b) Pondok Pesantren Khalafiyah,

c) Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi.

 

Pesantren Salafiyah mengadopsi pendekatan klasik dalam proses belajar-mengajarnya, dimana santri biasanya mengerumuni seorang guru atau Kyai yang sedang mengajarkan ilmunya. Kitab yang diajarkan umumnya kitab kuning. 

 

Metode tersebut biasa disebut sistem sorogan atau bandongan, yaitu cara belajar ilmu agama dengan mengkaji suatu kitab dengan cara mengupas dan membahas huruf demi huruf, kata demi kata, lembar demi lembar sampai khatam dan berlanjut pada kitab-kitab berikutnya.

 

Sedangkan Pesantren Khalafiyah adalah pesantren modern. Khalaf artinya “kemudian” atau “belakang”, sedangkan ‘ashri artinya “sekarang” atau “modern”. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok pesantren dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD, SMP, SMU dan SMK), atau nama lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. 

 

Pembelajaran pada pondok pesantren khalafiyah dilakukan secara berjenjang dan berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan waktu, seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya.

 

Dari sejarah madrasah tersebut , maka semakin membuktikan bahwa madrasah lahir dari pergulatan sistem pendidikan pesantren. Oleh karena itu, maka muatan pendidikan pesantren harus menjadi jati diri pendidikan madrasah. (pl)


Post a Comment

Previous Post Next Post