Beberapa Pilihan Thariqah Mu'tabarah dan Istilah-istilah di Dalamnya

Thariqah atau tarekat adalah jalan yang ditempuh oleh seseorang untuk menuju Tuhan melalui beberapa tahapan yang meliputi metode pengarahan spiritual. Melaksanakan amalan thariqah dinamakan suluk. Sedangkan penempuh jalan thariqah disebut salik.

 

Selain salik, pengamal thariqah juga dinamakan murid, berasal dari bahasa arab yang berarti seseorang yang menginginkan untuk ’bertemu’ Tuhan. Sedangkan pengarah spiritual dalam menempuh thariqah disebut dengan mursyid atau guru.

 

Mursyid berasal dari bahasa Arab yang artinya pemberi petunjuk. Thariqah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Seseorang yang ber-thariqah tanpa bertasawuf akan kesulitan menuju Tuhan, karena ia tahu bagaimana caranya menuju jalan tersebut tapi tidak tahu pasti di mana tempat yang menjadi tujuannya.


Ibaratnya sudah tahu jalan menuju ke Surabaya dengan mengendarai bus, tapi tidak tahu pasti Surabaya bagian mana yang akan dituju. bisa-bisa salah alamat. Seseorang yang bertasawuf tanpa ber-thariqah akan kesulitan mengamalkan ilmunya, karena tahu sebuah tempat tapi tidak tahu bagaimana cara menuju tempat tersebut. Ibaratnya mau pergi ke Jogjakarta, tapi tidak tahu naik bus jurusan apa saja.

 

Dalam hal ini, thariqah dibutuhkan dengan bantuan seorang guru. Thariqah diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah, syafaah atau limpahan pertolongan dari guru.

 

Seorang guru, pasti sudah bertasawuf, muridnya juga dibimbing untuk laku tasawuf. Di NU (Nahdlatul Ulama) sendiri ada beberapa thariqah yang tergabung menjadi Jamiyah Ahli Thariqah Al-Mutabaroh An-Nahdliyyah (Jatman). Al-Mutabaroh di sini maksudnya adalah thariqah yang bersambung sanadnya kepada Rasulullah.

 

Ada thariqah yang mutabaroh ada yang ghairu mutabaroh. Thariqah yang ghairu mutabaroh adalah thariqah yang sanadnya tidak bersambung kepada Rasulullah. Yang menentukan suatu thariqah mutabaroh dan tidak adalah kesepakatan para ahli tasawuf yang mengetahui mata rantai kesanadan thariqah.

 

Sebagaimana kesepakatan ahli hadis dalam men-takhrij hadits untuk menentukan status hadis menjadi sahih, hasan, atau daif.Ada 45 jenis thariqah yang tersebar di seluruh Indonesia.Namun, hanya beberapa yang ada dan diikuti masyarakat NU.

 

Yaitu, Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Syathariyah, Sammaniyah, Tijaniyah, Qadiriyah-Naqsabandiyah. Kebersambungan sanad kepada Rasulullah ini karena amalan wirid-wirid di kalangan thariqah mutabarah yang diajarkan langsung oleh Rasulullah lewat orang-orang dekat beliau.

 

Banyaknya thariqah mutabaroh yang tersebar di seluruh dunia adalah sebab Rasulullah mengajarkan aurad (jamak dari kata wirid) secara langsung kepada para sahabat, ada lima orang, sepuluh orang yang dipanggil secara privasi, lalu para sahabat tersebut mengajarkan kepada para tabiin satu persatu.

 

Di dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 17 dijelaskan: siapa yang hidupnya tersesat, maka dalam hidupnya tidak akan menemukan waliyyan mursyida, yakni seorang wali yang mursyid. Syarat seorang mursyid harus wali, banyak wali tapi belum tentu mursyid, banyak mursyid tapi belum tentu wali. Bisa jadi ia adalah seorang mursyid tapi masih memiliki mursyid lagi, jadi sebatas mengajarkan thariqah, bukan masuk kategori waliyyan mursyida. 

 

Dalam thariqah kita mengenal mursyid yang kamaliyah atau kamil mukammil, inilah maksud dari waliyyan mursyida, ia mursyid yang paripurna, wusul kepada Allah secara langsung dan diberi pilihan oleh Allah untuk membimbing seseorang agar jiwanya sampai kepada Allah. Sempurna dan dapat menyempurnakan orang lain atau mukammil lighoirih.

 

Karena itu sebagai seorang salik ada beberapa adab yang harus diperhatikan ketika menjalankan thariqah. Seorang murid harus pasrah, menaati dan mengikuti bimbingan guru dengan ikhlas, sebagaimana yang disampaikan Ibnu Hajar Al-Haitami:

 

”Murid di hadapan guru ibarat mayit di depan orang yang memandikan”. Seorang salik harus memiliki keyakinan bahwa maksud dan tujuan suluknya (perjalanan spiritual) tidak mungkin berhasil tanpa perantara gurunya.

 

Jika seorang murid berbeda paham dengan guru, maka murid harus mutlak mengalah dan menuruti pendapat gurunya, kecuali apabila sang mursyid memberikan kelonggaran. Murid harus berpaling dari semua hal yang dibenci gurunya dan turut membenci apa yang dibenci gurunya.

 

Jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan atas beberapa permasalahan tanpa bertanya kepada guru, dan tidak diperbolehkan bagi murid meminta jawaban kepada guru. Murid tidak boleh menukil pernyataan guru kepada orang lain, kecuali pernyataan yang diizinkan untuk disebar luaskan. Jangan menggunjing, mengkritik, dan menyebarluaskan aib guru kepada orang lain.

 

Dan murid tidak boleh marah ketika maksud dan tujuannya dihalangi oleh guru. Murid harus yakin, guru menghalangi karena ada hikmah, dan bila diperintah guru harus berangkat walaupun terasa berat menurut perhitungan nafsunya. Menjalankan laku thariqah dengan bimbingan seorang mursyid sangat penting untuk perjalanan spiritual kita agar lebih dekat dengan Tuhan.

 

Pendalaman iman, Islam dan ihsan yang sudah diterapkan pada zaman Nabi belum cukup jika diaplikasikan pada zaman sekarang karena belum tersistematis. Hadirnya thariqah dan tasawuf merupakan buah dari ajaran dari Rasulullah yang berupa iman, Islam, dan ihsan dengan tanpa mengurangi esensi dari 3 hal tersebut.

 

Bahkan Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali berpendapat seseorang yang menempuh perjalanan rohani wajib mempunyai seorang guru mursyid yang membimbing agar tidak tersesat dan melenyapkan akhlak yang tercela. Karena mursyid itu ibarat petani yang merawat tanamannya dengan baik hingga tumbuh subur dan berbuah, setiap melihat ada bahaya yang menyerang tanamannya akan langsung menyingkirkannya.

 

’’Apabila engkau telah mengetahui bahwa tanaman membutuhkan perawat, maka engkau akan mengetahui bahwa seorang salik harus mempunyai seorang mursyid. Sebab Allah mengutus para Rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke jalan lurus. Dan sebelum Rasulullah SAW wafat, Beliau telah menetapkan para Khalifah untuk menunjukkan manusia ke jalan Allah’’, kata Imam Al-Ghazali.

 

Begitulah seterusnya, sampai hari kiamat. Oleh karena itu, seorang salik mutlak membutuhkan seorang Mursyid. (Sumber)

 

*)Penulis adalah pengasuh Pondok Pesantren Al Azhar Kota Mojokerto. 

Post a Comment

Previous Post Next Post